Saat bertemu
dengannya, rasanya sesak, seperti ada yang mengganjal udara untuk masuk ke
dalam paru-paru. Wajahnya, namanya, segala tentangnya yang membawa benakku jauh kepadamu.
Perasaan aneh itu hadir sejak pertama jumpa, saat kukira ada telepati di antara
aku dan dia. Melihat tawanya, tingkahnya, dan sikapnya, membuatku tak bisa
membedakan suka dan duka. Kau, kau hidup di dalam dirinya, pikirku sejak
dulu. Namun, tatapan matanya menyadarkanku, kau tak ada di sana.
Dia
mencintaiku seperti aku mencintaimu. Haruskah aku bahagia atau malah terluka?
Aku merasakan keduanya. Bahagia karena aku menemukan asa yang akan membuatku
terbang. Terluka karena apa yang kuharapkan darimu malah datang darinya.
Kupikir, dengan menjalani waktu bersamanya, aku mampu menghapus rasaku padamu. Namun, aku salah
besar. Semakin dekat aku dengannya, semakin kuat pula kenangan bersamamu
mengikat dengan erat. Rasa bersalah mencuat di waktu yang tidak tepat. Mengapa
harus merasa bersalah padamu, sedang kau pun memilih cinta yang
lain?
No comments:
Post a Comment