Aku masih di sini, duduk sendiri bersama cokelat panas
yang belum dicicipi. Katamu, cokelat itu harus diminum ketika panas agar bisa
menenangkan dan menghangatkan. Aku tersenyum kecil, menatap udara yang mengepul
dari cangkir di depanku. Ah, kubiarkan saja cokelat itu hingga dingin. Mataku
menerawang ke kaca besar di samping meja kafe ini. Senyum kembali mengembang
ketika kudapati rintik-rintik hujan menyentuh kaca perlahan. Senja yang hujan
bersama cokelat panas di hadapan. Bukankah ini sebuah kenyamanan?
Orang-orang menepi di teras toko-toko yang berjejeran,
menunggu reda sang hujan. Apa hanya aku di dunia ini yang akan pulang tanpa
menunggu hujan reda? Oh, jangan salah sangka, aku di sini bukan menunggu hujan
reda, aku bisa pulang kapan saja semauku entah hujan itu reda atau tidak.
Namun, bukan itu inti permasalahannya. Aku sedang menunggu, atau bahkan mungkin
mencari kembali. Ke mana aku harus pulang? Untuk apa aku pulang? Apalah arti
pulang itu sendiri?