Aku telah menyiapkan semua. Aku takkan gentar berhadapan
denganmu meski jantungku tentulah berdebar. Bagiku, yang terpenting adalah aku
mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang selama ini mengisi benak—kau apa kabar?
Manakala aku teringat kau, yang kuharapkan selalu sama—berbahagialah, selalu.
Tingginya bangunan dan panjangnya
jalan yang melintang tak lagi menjadi penghalang ketika dua hati menginginkan sebuah
pertemuan. Tuhan akan meringkas jarak dan waktu untuk kita agar bisa menyelesaikan
segalanya. Aku taktahu apa yang sebenarnya belum selesai. Perasaanku? Tentu
saja itu tak pernah selesai. Namun, apa yang tak pernah selesai darimu? Sejak
dulu, aku sudah mengatakan bahwa tak usah peduli. Biar saja aku menjadi satu
yang selalu di sini. Bagaimana pun keadaanku, kau berbahagialah, selalu.
Ketika akhirnya kita dapat saling berhadapan
sebagai dua orang yang pernah mengukir kenangan, rasanya tak ada yang harus
diselesaikan. Bukankah kita telah mengubur dalam segala rupa perasaan? Bukankah
tak ada lagi yang tertinggal karena semuanya telah terlupakan? Terkadang ingin
kulemparkan sebuah penyangkalan, tetapi dua bibir yang selalu tersenyum padamu
justru terkatup rapat kenyataan. Sekali lagi, yang meluncur hanyalah dua kata—berbahagialah,
selalu.
Demi engkau yang telah bahagia
dengan hidupmu sekarang, maaf karena aku masih tak menurutimu yang memintaku
untuk melupakanmu. Maaf aku tak pernah membuang seatom pun perasaan. Maaf aku
masih mengabadikan segala kenangan. Maaf aku membohongimu, memutarbalikkan
kenyataan. Maaf aku masih menjadikanmu sosok impian. Maaf karena hingga detik
ini, yang terpenting bagiku adalah kebahagiaanku. Kau tentu tahu bahwa kebahagiaanmu
adalah kebahagiaanku. Maka, berbahagialah selalu.
Kita telah sepakat untuk menjalani
hidup masing-masing seperti dulu ketika kita masihlah dua orang asing. Kita
telah sepakat untuk berjuang bersama demi hidup yang—menurutmu—akan lebih baik
jika tak kita jalani bersama. Kita telah sama-sama tahu bahwa yang utama adalah
saling baik-baik saja. Bukankah kerap kali, yang kita minta adalah untuk
menjaga diri dan melanjutkan hidup dengan baik? Seperti apa pun, di mana pun,
kita sama-sama mengatakan hal serupa—berbahagialah, selalu.
Sadarkah kau apa yang membuat kita
selama ini seakan-akan terikat dan tak pernah selesai? Mungkin, mungkin saja
jiwa kita yang terikat. Bukan hanya hati, andai kautahu. Maka, biarkan Tuhan
mengatur segalanya tanpa kita harus—lagi-lagi—berusaha menyelesaikan apa yang
sebenarnya takkan pernah bisa usai. Kita hanya perlu berbahagia, selalu.
Di antara senyum dan tawamu yang
takkan pernah lagi kulihat, aku masih merasa bahwa kau begitu dekat. Tanpa
sekat. Lekat. Maaf aku masih akan menitipkan salam pada semesta agar selalu
menjaga senyummu setiap saat. Maaf, sungguh maaf karena cintaku padamu tak
pernah mengenal kata tamat. Maaf karena aku akan selalu mencintaimu hingga
setelah akhir hayat. Maaf karena aku selalu mengharapkanmu untuk berbahagia
selalu.
Entah berakhir dengan apakah kita,
ketika yang utama bagi kita adalah kebahagiaan satu sama lain. Masihkah cinta
itu ada—juga—di hatimu? Sejak dulu, aku tak terlalu mengharapkan itu. Aku tak
peduli meski kau takkan pernah melihatku lagi. Aku telah memutuskan untuk
menjauh, membiarkanmu menemukan kebahagiaan—yang bukan aku. Maaf aku pernah
berkeras untuk membahagiakanmu ketika sesungguhnya kau tak bahagia bersamaku.
Maaf aku merasa bahwa kau selalu mencintaiku kala ternyata detik ini tak
kutemukan lagi cinta itu di dalammu. Tak apa, yang penting, berbahagialah
selalu.
Aku takkan lagi ada di hidupmu yang
kini telah jauh lebih berwarna—tanpaku. Aku telah memutus segala temali yang
meliliti. Aku telah memangkas segala yang tak pantas. Aku benar-benar telah
melepas, menerbangkan kau dengan bebas. Meski sejatinya sejak dulu kau tak
pernah kugenggam, tetapi ketika terpisah darimu, sungguhlah hatiku menjadi lebam,
jantungku seolah-olah merosot, jatuh berdebam. Namun, tak usah kaupikirkan.
Hanya satu yang harus selalu kauingat dariku, yang harus selalu kaulakukan demi
memenuhi keinginanmu jua. Berbahagialah, selalu.
No comments:
Post a Comment