Langit begitu gelap, seakan-akan
takingin membirukan hatiku yang berselimut kelabu kabut. Seolah-olah dengan
begitu, aku tak lagi menatapnya, mengarahkan pandang entah ke mana, menembus
cakrawala, dengan benak yang mengembara pada masa lalu, kala semuanya masih
ada. Kini, semua tinggal kilas memori semenjak kau tak ada.
Derau terdengar sedikit menggetarkan
sanubari. Rintik hujan dan embusan angin sekelebat tampak bertelingkah
meningkahiku yang terus melangkah. Takpeduli basah, biarlah sudah, layak
biasanya aku tidak berteduh untuk mengeringkan apa-apa yang basah, termasuk
luka jua berbagai kata pernah. Tanpa lelah tanganku menadah, menangkup
membentuk wadah, untuk segala pesan dari sepenggal pisah. Kukatup rapat bibir
agar tidak melontarkan kesah semenjak kau tak ada.