Mereka-reka aku dahulu kala, ketika
ragu mulai merayapi seutuh tubuh, membuat keyakinanku sedikitnya rapuh. Adalah
percaya yang masih tersisa, tetapi apa yang sebenarnya menahanku untuk tetap di
tempat yang sama? Segalanya telah berakhir, bukan? Kita—yang telah menjadi aku
dan kau—tak lagi memiliki apa-apa bagi berdua. Terpisah sudah, terentang,
terakhir aku melihat semburat senyummu entah kapan.
Pernah kaubilang, aku tetap tinggal
di hatimu meskipun semuanya telah berubah. Pernah kau jua ucapkan, seperti apa
pun nanti, kau yakin tetaplah cintaku untukmu. Manakala sewindu telah berlalu,
tentu bertanya-tanyalah aku. Mengapa bisa—dulu—kita sebegitu yakin? Mengapa
kita—dua sosok asing—begitu percaya satu sama lain? Bahkan, saat kita belum
tahu apa-apa, belum tahu apa yang menjelang, mengapa kita tak pernah takut?
Apakah karena semenjak mula, di antara kita tak ada kata garib, tetapi karib?