Aku tidak tahu. Bodohnya. Betapa sial dan menyebalkan.
Kalau saja aku memiliki lampu jin Aladdin, tentu aku tidak harus dibuat pusing
oleh segala perkara tentangmu ini. Tiga permintaan dan segalanya akan berakhir—bahkan
sejak permintaan pertama.
Kau pernah bertanya, bisakah kau memiliki sebagian
saja dari diriku? Oh, betapa kau tidak akan pernah bisa membayangkannya. Kau
tidak tahu aku sudah ada di sana, menyaksikanmu, mencermatimu, menyimpanmu di
benakku. Kau telah mencuri perhatianku sejak hari pertama.
Sekarang, tetapi, aku merasa semuanya berubah menjadi
sebuah petaka. Kutukan macam apa yang menimpaku hingga purnama telah hilang dan
kembali beberapa waktu, tetapi kau tidak hilang juga tidak kembali? Karena itu,
aku harus mengajukan tiga permintaan.
Pertama: tolong berhenti mondar-mandir di kepalaku,
apalagi berani-beraninya menetap di hatiku. Bagaimana caranya mengalihkanmu
dari segenap pikiranku? Kaupikir aku tidak pernah mencoba? Kaukira selama ini
aku diam saja? Betapa pun aku berusaha, hidupku mungkin memang akan selalu
menjadi serangkaian kegagalan. Telah kucoba segala, tetapi tentu saja berujung
gagal.
Kedua: bisakah kau tidak usah mengingatku lagi jika
memang tak berniat untuk kembali? Jangan sampai, sedetik pun, aku ada di satu
bagian memorimu. Kalau bisa, format saja otakmu sebagaimana aku ingin
melakukannya pada otakku. Kau harus terus maju dan jangan sekali pun melihat
lagi ke arahku. Jangan. Jangan sampai kau menoleh ke belakang dan mendapatiku
selama ini selalu memandang punggungmu yang menjauh.
Ketiga: beristirahatlah, demi apa pun, tidurlah agar
kau tidak selalu terjaga lalu masuk dan keluar dari mimpiku. Ini tidak adil,
kautahu? Seolah-olah memasuki hidupku masih belum cukup, kau juga bertingkah
dengan hadir di mimpi malamku. Katanya mimpi adalah bunga tidur, tetapi kau?
Kau memekarkan semua bunga yang sudah ada. Kupikir kau tukang kebun; menunggu
sepanjang malam dan muncul saat daun menjatuhkan tetes pertama embun.
Seharusnya aku dapat meminta dengan cara yang lebih
baik; aku selalu membuat kesalahan karena bukan komunikator yang baik dan penuh
keramahan. Aku bahkan tidak tahu kapan perasaan ini akan sampai, apalagi
selesai. Jadi, atas nama keterusterangan, aku akan memberikanmu sebuah jawaban:
aku membutuhkanmu. Aku mengatakannya bukan demi mendapatkan yang sama darimu,
melainkan untuk memastikan kautahu itu.
No comments:
Post a Comment