Kaulah pulangku; purnama benderang
Sebagaimana aku kembalimu; bintang cerlang
Ribuan hari sudah jarak kian jauh membentang
Namun, sungguh tak bisa dielak kita tak renggang
Kaulah pulangku; embus angin sejuk
Di tanah yang masih basah, sisa langkah
Berdampingan di jalan aspal pula, kita pernah
Lebih dari apa pun, kepadamu aku kentara rindu
Kaulah pulangku; malam sunyi nan lengang
Kita hanya diam—tak perlu berkata, saling paham
Tanpa banyak bertanya, kita tak pernah bertanya-tanya
Masa depan seperti apa, masa lalu pun ditinggalkanlah saja
Kaulah pulangku; secangkir kopi hangat
Di dalam gelas kopi dinginmu, es berdentingan
Di satu meja kita bercengkerama dan tertawa bersama
Seakan-akan selamanya adalah waktu yang akan kita punya
Kaulah pulangku; mentari terbenam di ujung barat
Petang selalu datang setelah pergi, sepertimu berkali-kali
Pergi sudah menjadi jalanmu, tetapi senantiasa kau kembali
Pada diri yang satu denganmu, pada hati yang takkan berkarat
Kaulah pulangku; rumah yang kukuh dengan hati lemah lembut
Sesering apa pun aku berlarian lalu terjatuh, kau setia menyambut
Tidak pernah hilang kau dari balik kedua mataku yang mulai berkabut
Kepadamu aku melangut, waktu demi waktu; kau tak pernah menuntut
Kaulah pulangku; hening yang menenangkan
Di antara pusaran badai hidup penuh carut-marut
Kutemukan kau, tegak berdiri, tersenyum tanpa malu
Di hadapanmu, aku bisa menunduk mengaku kelelahan
Kaulah pulangku; tarikan napas penghabisan
Kelak, ketika redup cahaya dan asa telah lenyap
Namamu yang akan kuingat hingga setelah hayat
Tidak dikandung badan; namamu—rumah terindah
No comments:
Post a Comment