Saturday, 12 April 2025

Janji kepada Bulan

              Tak pernah kutahu apa itu cinta sebelum denganmu bertatap muka. Kendati demikian, bukan wajahmu yang membuatku luluh lantak sedemikian rupa. Benar aku melihat jagat raya di sepasang netramu. Benar aku menyaksikan panas mentari meleleh di balik tawamu. Benar aku menemukan bulan sabit di senyummu. Namun, bukan karena itu semua aku jatuh hati kepadamu.

              Tak pernah kutahu bagaimana caranya mencintai sebelum merasakan kehadiranmu di hidupku. Jiwa yang murni umpama bayi yang baru lahir. Hati yang putih seperti kertas tanpa setetes pun tinta. Tidak ada tipu muslihat, tidak ada permainan, tidak ada apa pun yang kauberikan selain satu-satunya ketulusan. Akan tetapi, aku belum memahaminya.

              Tak pernah kutahu seperti apa seharusnya aku memperlakukanmu. Kepadamu, aku membebaskan. Tahukah kau bagaimana rasanya dapat melihatmu berlari dan tertawa dengan riang? Walaupun tidak bersamaku, meskipun tanpa adanya aku di sisimu; mataku tak pernah lepas mengikuti langkah kakimu. Hanya dengan memikirkanmu, seluruh diriku tahu perasaan ini takkan sirna sesaat saja.

              Tak pernah kutahu ternyata perpisahan bisa menyisakan duka sedalam ini. Seberapa banyak pun aku menyangkal, kau tidak akan pernah kembali. Sebagaimana pun aku berusaha menerima, ada kalanya hati kecilku berharap kau akan menatapku lagi dengan pandangan sejuta kata. “Jadilah egois dalam cinta,” ucapmu dahulu kala; satu kalimat yang membuatku terpasung dalam tanya.

              Tak pernah kutahu jika melupakan seseorang jauh lebih sulit daripada apa pun yang pernah kulalui. Satu yang kutahu: kau sama terlukanya denganku—atau mungkin lebih? Berkedip sekali saja, kita akan sama-sama meneteskan air mata kala itu. Namun, kita sudah berjanji untuk berbahagia demi satu sama lain, bukan? Sebuah janji kepada bulan.

https://www.pixiv.net/en/artworks/128455549

Friday, 7 March 2025

1:1.000

        Bukan main. Bisa-bisanya dia muncul di kehidupan gue setelah ... berulah? Luar biasa. Kalau ada yang lebih keras dari batu, itu pasti dia. Dipikirnya gue masih tertarik? Masih memikirkan dia? Masih menginginkan dia? Hei, gue sudah bahagia dengan perempuan yang menemani hari-hari gue sekarang, perempuan yang perhatian, perempuan yang tahu cara mencintai, perempuan yang menyenangkan, perempuan yang terasa seperti kekasih lama karena kisah kami berawal dari sebuah pertemanan. Bukankah itu paket lengkap?

        Sudah cukup. Apa pun yang dia lakukan, gue enggak akan peduli. Tugas gue sekarang adalah mengabaikannya. Gue yang memutuskan untuk pergi, gue yang menarik diri, jadi sudah pasti gue enggak akan menjilat ludah sendiri. Mengucapkan selamat tinggal pun rasanya enggak perlu karena gue ragu; apakah di hidupnya gue pernah seberharga itu?

        Thanks for today, sayangkuuu

        I love you so much, baby!

        See? Betapa pacar gue tahu bagaimana caranya membuat gue senang. Sesederhana mengirim pesan sudah membuat gue merasa kalau gue dianggap. Pesan WhatsApp pun cukup, gue enggak pernah meminta macam-macam. Gue tahu gue pantas dicintai, jadi gue akan mencintai perempuan ini dengan setara.

***

        Oh, baiklah. Hati ini ternyata belum sepenuhnya lupa. Di antara ratusan manusia, harus kusaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa dia tertawa bersama perempuan lain. Seraut wajah yang mengingatkanku akan hari-hari dikejar pekerjaan, dikelilingi orang-orang baru, dipisahkan oleh jarak dan waktu, juga segudang kegiatan yang membuatku tetap sibuk. Aku tidak pandai melupakan, maka rasa sakit itu kualihkan.

        Kendati demikian, jantungku seperti terbelah lagi menjadi kepingan-kepingan. Melihatnya sudah memiliki gandengan, aku tersenyum miris. Betapa bodoh. Betapa naif. Betapa percuma. Kesempatan kedua ternyata tidak ada, betapa pun aku menginginkannya. Tentu saja dia telah lupa. Tentu saja dengan mudahnya dia akan berpindah haluan, berpaling ke lain hati.

        Kutepis segera bayang-bayang dirinya. Cepat-cepat aku menyaru dalam keramaian, jangan sampai dia menyadari keberadaanku. Lagi pula, aku masih punya hal-hal yang harus diselesaikan.

        Calissa, kamu di mana? Aku udah di resto, ya.

        Langkahku kian gegas. Pesan dari manajerku itu mengembalikanku ke dunia nyata. Apa lagi jika bukan pekerjaan? Kali ini aku ditunjuk Mbak Hesti untuk mengikuti rapat sebuah proyek, yang katanya nanti harus kutangani. Pekerjaan baru, tanggung jawab baru, rekan kerja baru, kolaborasi baru; semuanya serbabaru di hidupku. Ya, kecuali satu.

***

        “Lo? Mbak Calissa, kan?”

        Tidak pernah sekali pun aku terpikir akan bertemu kembali dengan perempuan ini. Maksudku, setelah mutasi, kami tidak pernah mengobrol lagi, bertukar pesan pun tidak. Kupikir dia masih di perusahaan yang sama denganku, ternyata dia sudah pindah dan malah di sini?

        Wajah Calissa terlihat cerah seperti biasa, seolah-olah matahari selalu mengikutinya di mana pun dia berada. Lalu, senyum yang dia tampilkan ketika melihatku .... Gila. Kalau aku es batu, meleleh sudah pasti jadi nasib akhirku.

        “Cukup Kemal?”

        Aku tergelak. Tidak akan kulupakan bagaimana aku dahulu jatuh hati padanya. Dia yang ramah dan suka bercanda membuat segala penat hilang seketika. Di antara pekerjaan yang tiada henti, di tengah perjuangan meniti karier, aku hampir tidak punya waktu untuk mencari pacar. Namun, pada saat itu, ketika melihat Calissa untuk kali pertama, aku takbisa menghindar.

        “Kalian udah saling kenal?” Wanita di depan Calissa bertanya sambil melirik ke arahku dan perempuan di belakangnya.

        Calissa mempersilakan wanita tersebut duduk terlebih dahulu, lalu dia menarik kursi di sebelahnya, berhadapan denganku, dan mengatakan, “Iya, Mbak. Saya kenal Mas Kemal dari kantor sebelumnya.”

        “Ah, bagus kalau gitu. Aku enggak perlu kenalin kalian lagi.”

        Beberapa menit selanjutnya diisi dengan “serah terima” proyek yang sebelumnya sudah kubahas dengan sang manajer, Mbak Hesti. Kemarin-kemarin Mbak Hesti memang mengatakan kalau bukan dirinya yang akan menangani proyek ini secara langsung, melainkan seseorang yang lain. Siapa yang menyangka kalau orang itu ternyata Calissa?

        Bagus sekali. Aku dan Calissa sama-sama menjadi perwakilan perusahaan untuk menangani proyek kolaborasi ini. Kami akan sering bertemu untuk mengobrol, bertukar pikiran, dinner meeting seperti sekarang, atau mungkin nanti dinner without meeting?

https://www.pixiv.net/en/artworks/123109813

Saturday, 8 February 2025

Kita yang Terluka

Terpisah selangkah, di depan mata
Aku melukaimu dengan kata-kata
Semestinya ini hanya tentang kita
Tidak ada yang harus menderita

Semenjak mataku jatuh pandang kepadamu
Tepat pada wajah yang berpaling dari arahku
Untuk sesaat yang terasa bagaikan keabadian
Segalanya memudar dan hanya ada satu warna

Kau. Jiwaku umpama bunga matahari yang akan
Selalu dan selamanya mengikuti cerah sinarmu
Hingga ke titik waktu kau meredup, penuh luka
Namun, aku tak pernah bisa berhenti mengejarmu

THEME BY RUMAH ES